Rabu, 28 Oktober 2009

abses paru

LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES PARU

Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi .
Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan “necrotising pneumonia”. Abses besar atau abses kecil mempunyai manifestasi klinik berbeda namun mempunyai predisposisi yang sama dan prinsip diferensial diagnose sama pula. Abses timbul karena aspirasi benda terinfeksi, penurunan mekanisme pertahanan tubuh atau virulensi kuman yang tinggi. Pada umumnya kasus Abses paru ini berhubungan dengan karies gigi, epilepsi tak terkontrol, kerusakan paru sebelumnya dan penyalahgunaan alkohol. Pada negara-negara maju jarang dijumpai kecuali penderita dengan gangguan respons imun seperti penyalahgunaan obat, penyakit sistemik atau komplikasi dari paska obstruksi. Pada beberapa studi didapatkan bahwa kuman aerob maupupn anaerob dari koloni oropharing yang sering menjadi penyebab abses paru. (1, 2, 3, 6)
Penelitian pada penderita Abses paru nosokonial ditemukan kuman aerob seperti golongan enterobacteriaceae yang terbanyak. Sedangkan penelitian dengan teknik biopsi perkutan atau aspirasi transtrakeal ditemukan terbanyak adalah kuman anaerob. (4, 6, 7)
Pada umumnya para klinisi menggunakan kombinasi antibiotik sebagai terapi seperti penisilin, metronidazole dan golongan aminoglikosida pada abses paru. Walaupun masih efektif, terapi kombinasi masih memberikan beberapa permasalahan sebagai berikut : (4)
1. Waktu perawatan di RS yang lama
2. Potensi reaksi keracunan obat tinggi
3. Mendorong terjadinya resistensi antibiotika.
4. Adanya super infeksi bakteri yang mengakibatkan Nosokonial Pneumoni.
Terapi ideal harus berdasarkan penemuan kuman penyebabnya secara kultur dan sensitivitas. Pada makalah ini akan dibahas Abses paru mulai patogenesis, terapi dan prognosa sebagai penyegaran teori yang sudah ada.

I. EPIDEMIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada bebreapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses paru. Janet et al tahun 1995 melakukan penelitian di rumah perawatan intensive RS di Afrika Selatan, didapatkan beberapa faktor predisposisi abses paru seperti berikut : (1, 2, 3, 4, 7)

Tabel 1. Faktor predisposisi Abses paru
No Faktor Predisposisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Alkoholik
Aspirasi benda asing
Karies gigi
TB paru lama
Epilepsi
Penyalahgunaan obat
Penyakit paru obstuktif
SLE
Ca Bronkogenik
Nihil

Tabel di kutip dari Chest/108/4/Okt’95 hal 938.

ASHER DAN BEAUDRY tahun 1992 melaporkan beberapa faktor predisposisi Abses paru yang terjadi pada anak-anak sebagai berikut :

Tabel 2. Faktor predisposisi abses paru pada anak-anak.
1. Condition Contoh
Infeksi berat









Immunodeficiency atau immunosuppression disorder









Conditiopn leading to repeated aspiration





Yang lain {miscellcellaneous jarang)
Bronchopneumonia
Meningitis
Osteomyelitis
Septicemia
Infected aczema
Septic arthritis
Abdominal wall abscess
Peritonsillar abscess
Endocarditis

Measles
Burns
Prematurity
Blood dyscrasias
Leukimia
Hepatitis
Dysgammaglobulinemia
Nephrotic syndrome
Chronic granulamatous disease
Steroid therapy
Malnutrition

Seozure disorders
Mental deficiency
Altered consciousness
Dysphagia
Priodonitis, Carries, gingiva desease
Riley-Day syndrome

Cystic fibrosis
Misplaced central nervouse catheter
Alpha-antitrypsin deficicency
Foreign body in respiration tract
Eroded foreign body in the esophagus

Tabel 2 dikutip dari (1)
Tabel 1. Presdeposisi factor dari Abses Paru
No Presdeposisi factor dari Abses Paru
1
2
3
4
5
6
7 Aspirasi dari oropring
Obstruksi bronkial
Pneumonia
Blood-borne infection
Infark paru yang terinfeksi
Ruda paksa (trauma)
Penyebaran transdiapragmatika

Tabel 2. Diferensial Diagnosis Abses Paru
No Diferensial Diagnosis Abses Paru
1
2
3
4
5
6
7
8
9 Cavitas Tumor
Bula atau kista bronkial
Bronkiektasa seculea
Aspersiloma
Wegener’s gramulomatasi
Kista hydaditosa
Pneumekoniosis caplan’s sipidron
Cavitas rheumatoid nodule
Gas fluid level in oesopkagus, Stomach or bowel

Aspirasi dari derah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Freton predesposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti tabel III, kadang-kadang satu orang lebih dari satu faktor.

Tabel 3. Presdeposisi Aspirasi Orofaring

Presdeposisi Aspirasi Orofaring
ganguan kesadaran


- Alkohol
- drug abuse
- epilepsi
- atuastesi
ganguan inervasi otot - faring
- laring
- oesepagos
Infeksi nasal - penyakit sinus
Infeksi oral - dental carries
- ginigival desease
Infeksi farigeal - pouch
Infeksi caryugeal - tumor
Infeksi ocsepekageal - stricture
- hiatus kernea
obstruksi Bronkus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan, atau benda asing
Tabel 3 dikutip dari (1)
2. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya Abses paru bervariasi sesuai dengan peneliti dan teknik penelitian yang digunakan. Finegolal dan fisliman mendapatkan bahwa organisme penyebab abses paru lebih dari 89 % adalah kuman anaerob. Asher dan Beandry mendapatkan bahwa pada anak-anak kuman penyebab abses paru terbanyak adalah stapillococous aureus (1).
Dibawah ini ada 3 tabel kuman penyebab abses dari 3 penelitian yang berbeda.

Tabel 3. Spektrum organisme penyebab Abses paru menurut Asher dan Beaudry
Type of Abscess Organisms
Primary






Secondary a. Staphylococcus aureus
Haemophilus influenzae types B, C, F, and nontypable
Streptococcus viridans, pneumoniae
Alpha-hemolytic streptococci
Neisseria sp.
Mycoplasma pneumoniae

Aerobes
1) All those listed for primary abscess
Haemophilus aphropilus, parainfluenzae
Streptococcus group B, intermedius
Klebsiella penumoniae
Escherichia coli, freundii
Pseudomonas pyocyanea, aeruginosa, denitrificsns
Aerobacter aeruginosa
Candida
Rhizopus sp.
Aspergillus fumigatus
Nocardia sp
Eikenella corrodens
Serratia marcescens
Anaerobes
2) Peptostreptococcus constellatus, intermedius, saccharolyticus
3) Veillonella sp., alkalenscenens
4) Bacteroides melaninogenicus, oralis, fragilis, corrodens, distasonis, vulgatus, ruminicola, asaccharolyticus
5) Fusobacterium necrophorum, nucleatum
6) Bifidobacterium sp.

Tabel 3 dikutip dari (1)

Tabel 4. Spektrum isolasi bakteri Abses paru akut menurut Hammond et al.
No. of Isolates %
Anaerobs
Provetella sp
Porphyromonas sp
Unspectiated pigmented anaerobs
a) Bacteroides sp
Fusobacterium sp
Anaerobic cocci
Microaerophilic streptococci
Veilonella sp
Clostridium sp
Nonsporing Gran-positive anaerobes
“Mixed anaerobes”
total
Aerobs
b) Viridans streptococci
c) Staphylococcus sp
d) Corynebacterium sp
Klebsiella sp
Haemophilus sp
Gram-negative cocci
Total
17
7
4
4
4
4
7
1
1
9
1
59

7
5
3
2
1
2
20
22
9
5
5
5
5
9
1
1
11
1
74

9
6
4
3
1
3
26

Tabel 4 dikutip dari (6)
Tabel 5. Organisme dan kondisi yang berhubungan dengan Abses paru menurut Finegold dan Fishmans
(1) Infectious Noninfectious and Predisposing Conditions
Bacteria
Anaerobes; Staphylococcus aureus, Enterbacteriaceae, Pseudomanas aeruginosa, streptocicci, Legonella spp, Nocardia asteroides, Burkholdaria pseudomallei
Mycobacteria (often multifocal)
M. tuberculosis, M. avium complex, M. kansasii, other mycobacteria
Fungi
Aspergillus spp, Mucoraceae, Histoplasma capsulatum, Pneumocystis carinii, Coccidioides immitis, Blastocystis hominis
Parasites
Entamoeba histolytical, Paragonimus westermani, Stronglyoides stercoralis (post-obstructive)
Empyema (with air-fluid level)
Septic embolism (endocarditis) Anatomis
Fluid-filled cysts, bland infraction
Bronchiectasis
Vasculitis
Goodpasture’s syndrome, Wegener’s granulomatosis, periateritis
Obstruction (neoplasm, foreign body)
Pulmonary sequestration
Pulmonary contusion
Carcinoma

Tabel 5 dikutip dari (4)

3. Insidens
Angka kejadian Abses Paru berdasarkan penelitian Asher et al tahun 1982 adalah 0,7 dari 100.000 penderita yang masuk rumah sakit hampir sama dengan angka yang dimiliki oleh The Children’s Hospital of eastern ontario Kanada sebesar 0,67 tiap 100.000 penderita anak-anak yang MRS. Dengan rasio jenis kelamin laki-laki banding wanita adalah 1,6 : 1 (1, 8).
Angka kematian yang disebabkan oleh Abses paru terjadi penurunan dari 30 – 40 % pada era preantibiotika sampai 15 – 20 % pada era sekarang (7).

II. PATHOFISIOLOGI
1. PATHOLOGI
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian proses supurasi dan nekrosis.
Perubahan reaksi radang pertama dimulai dari suppurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan fibrotik. Suatu saat abses pecah, lalu jaringan nekrosis keluar bersama batuk, kadang terjadi aspirasi pada bagian lain bronkus terbentuk abses baru. Sputumnya biasanya berbau busuk, bila abses pecah ke rongga pleura maka terjadi empyema (2, 3, 10).

2. PATHOFISIOLOGI
Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : (5)
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
b. Kavitas yang mengalami infeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses keradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami infeksi sekunder.
c. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru.
Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial.
d. Pembentukan kavitas pada kanker paru.
Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila terjadi infeksi dapat terbentuk abses.

III. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala klinis : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu:
a. Panas badan
Dijumpai berkisar 70% - 80% penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur > 400C.
b. Batuk, pada stadium awal non produktif. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (Foetor ex oroe (40-75%).
c. Produksi sputum yang meningkat dan Foetor ex oero dijumpai berkisar 40 – 75% penderita abses paru.
d. Nyeri dada ( 50% kasus)
e. Batuk darah ( 25% kasus)
f. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan nafsu makan dan berat badan.
Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup, suara nafas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
2. Gambaran Radiologis (1, 2, 9)
Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran  2 – 20 cm.
Gambaran ini sering dijumpai pada paru kanan lebih dari paru kiri. Bila terdapat hubungan dengan bronkus maka didalam kavitas terdapat Air fluid level. Tetapi bila tidak ada hubungan maka hanya dijumpai tanda-tanda konsolidasi (opasitas).
3. Pemeriksaan laboratorium (2, 3, 5)
a. Pada pemeriksaan darah rutin. Ditentukan leukositosis, meningkat lebih dari 12.000/mm3 (90% kasus) bahkan pernah dilaporkan peningkatan sampai dengan 32.700/mm3. Laju endap darah ditemukan meningkat > 58 mm / 1 jam.
Pada hitung jenis sel darah putih didapatkan pergeseran shit to the left
b. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan gram tahan asam dan KOH merupakan pemeriksaan awal untuk menentukan pemilihan antibiotik secara tepat.
c. Pemeriksaan kultur bakteri dan test kepekaan antibiotikan merupakan cara terbaik dalam menegakkan diagnosa klinis dan etiologis.

IV. DIAGNOSA
Diagnosa abses paru tidak bisa ditegakkan hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti pneumonia dan pemeriksaan phisik saja.
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : (1, 2, 3, 4, 5, 6)
1. Riwayat penyakit sebelumnya.
Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktif.
Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat.
2. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru.
3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab infeksi.
4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi.
5. Bronkoskopi
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosa Banding (2) :
1. Karsimoma bronkogenik yang mengalami kavitasi, biasanya dinding kavitas tebal dan tidak rata. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan sitologi/patologi.
2. Tuberkulosis paru atau infeksi jamur
3. Gejala klinisnya hampir sama atau lebih menahun daripada abses paru. Pada tuberkulosis didapatkan BTA dan pada infeksi jamur ditemukan jamur.
4. Bula yang terinfeksi, tampak air fluid level. Di sekitar bula tidak ada atau hanya sedikit konsolidasi.
5. Kista paru yang terinfeksi. Dindingnya tipis dan tidak ada reaksi di sekitarnya.
6. Hematom paru. Ada riwayat trauma. Batuk hanya sedikit.
7. Pneumokoniosis yang mengalami kavitasi. Pekerjaan penderita jelas di daerah berdebu dan didapatkan simple pneumoconiosis pada penderita.
8. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan barium foto.
9. Sekuester paru. Letak di basal kiri belakang. Diagnosis pasti dengan bronkografi atau arteriografi retrograd.

V. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya infeksi paru. Ada beberapa modalitas terapi yang diberikan pada abses paru : (2, 4, 5, 9, 10)
1. Medika Mentosa
Pada era sebelum antibiotika tingkat kematian mencapai 33% pada era antibiotika maka tingkat kkematian dan prognosa abses paru menjadi lebih baik.
Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35% kuman gram negatif anaerob). Maka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan Metronidazole, atau kombinasi clindamycin dan Cefoxitin.
Alternatif lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru.
Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu.
2. Drainage
Drainase postural dan fisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru.
Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi.
3. Bedah
Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila:
a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika.
b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perfusi
c. Infeksi paru yang berulang
d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.

VI. KOMPLIKASI DAN PROGNOSA
1. Beberapa komplikasi yang timbul adalah : (4, 5)
a. Empyema
b. Abses otak
c. Atelektasis
d. Sepsis

2. Prognosa
Abses paru masih marupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-40% (7).
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu fakktor predisposisi. Perlman et al menemukan bahwa 2% angka kematian pada penderita dengan satu faktor predisposisi dibandingkan 75% pada penderita dengan multi predisposisi. Muri et al melaporkan 2,4% angka kematian Abses paru karena CAP dibanding 66% Abses paru karena HAP. Beberapa faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut : (7)
a. Anemia dan Hipo Albuminemia
b. Abses yang besar ( > 5-6 cm)
c. Lesi obstruksi
d. Bakteri aerob
e. Immune Compromised
f. Usia tua
g. Gangguan intelegensia
h. Perawatan yang terlambat

VII. RINGKASAN
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent dan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses infeksi. Abses paru timbul karena faktor predisposisi seperti gangguan fungsi imun karena obat-obatan, gangguan kesadaran (anestesi, epilepsi), oral higine yang kurang serta obstruksi dan aspirasi benda asing.
Pada abses paru memberikan gejala klinis panas, batuk, sputum purulen dan berbau, disertai malaise, naspu makan dan berat badan yang turun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardia, tanda-tanda konsolidasi. Pada pemeriksaan foto polos dada didapatkan gambaran kavitas dengan air fluid level atau proses konsolidasi saja bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Diagnosis pasti bila didapatkan biakan kuman penyebab sehingga dapat dilakukan terapi etiologis.
Pemberian antibiotika merupakan pilihan utama disamping terapi bedah dan terapi suportif fisio terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Asher MI, Beadry PH ; Lung Abscess in infections of Respicatory tract ; Canada ; 1990 : 429 – 34.

Assegaff H. dkk ; Abses Paru dalam Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru ; AUP ; Surabaya ; 136 – 41.

Barlett JG ; Lung Abscess in : Cecil text book of Medicine 19th ed ; Phildelphia ; 1992 ; 413 – 15.

Finegold SM, Fishman JA ; Empyema and Lung Abscess ; in Fishman’s pulmonary Diseases and disorders 3rd ed ; Philadelphia ; 1998 ; 2021 – 32.

Garry et al ; Lung Abscess in a Lange Clinical Manual : Internal Medicina : Diagnosis and Therapy 3rd ; Oklahoma ; 1993 ; 119 – 120.

Hammond JMJ et al ; The Ethiology and Anti Microbial Susceptibility Patterns of Microorganism in acute Commuity – Acquired Lung Abscess ; Chest ; 108 ; 4 ; 1995 ; 937 – 41.

Hirshberg B et al ; Factors predicting mortality of patients with lung Abscsess ; Chest ; 115 ; 3 ; 1999 ; 746 – 52.

Johnson KM, Huseby JS ; Lung Abscess Caused by Legionella micdadei ; Chest 111 ; 1 ; 1997 ; 109 – 13.

Klein JS et al ; Interventional Radiology of The Chest : Image Guided Percutaneons Drainage of Pleural Effusions, Lung Abscess, and Pneumothorax ; AJR ; 1995 ; 164 ; 581 – 88.

Ricaurte KK et al ; Allergic broucho pulumonary aspergillosis with multiple Streptococceus pneumonie Lung Abscess : an unussual insitial case presentation ; joutnal of allergy and clinical imonoligy ; 104 ; 1 1999 ; 238 – 40.

Tabel – 1
 Predisposisi Factor dari Abses Paru
1. Aspirasi dari orofaring
2. Obstruksi bronkial
3. Pneumonia
4. Blood borne infection
5. Infark paru yang terinfeksi
6. Ruda paksa (trauma)
7. Penyebaran transdiapragmatika.

Tabel – 2
 Difernsial Diagnosis Abses Paru
1. Cavitas tumor
2. Bula atau kista bronkial
3. Bronkiektase seculer
4. Aspergiloma
5. Wegener’s granulomatosis
6. Kiska hydaditosa
7. Pneumochoniosis caplan’s syndrom
8. Cavitas rheumatoid nodule
9. Gas fluid level in oesophgus stomach or bowel.

Aspirasi dari daerah orofaring yang paling sering penyebab terjadinya abses. Faktor predisposisi yang menyebabkan aspirasi orofaring seperti Tabel III, kadang-kadang satu orang lebih dari satu faktor.

Tabel –3
 Predisposisi Aspirasi Orofaring
1. Gangguan kesadaran : - Alkohol
- Penyalagunaan obat
- Epilepsi
- Anastesi
2. Gangguan inervasi otot : - Faring
- Laring
- Oesophagus
3. Infeksi Nasal : - Sinusitis
4. Infeksi Oral : - Dental caries
- Ginggival desease
5. Infeksi Faringel : - Pouch
6. Infeksi Laringel : - Tumor
7. Infeksi Oesophangeal : - Stricture
- Hiatus hernia

Obstruksi Bronchus disebabkan oleh tanda umumnya keganasan atau benda asing.

MAKANAN FORMULA

1
MAKANAN FORMULA WHO
dr. Benny Soegianto, MPH
KONSUMEN DARI MAKANAN
FORMULA WHO
Anak Gizi Buruk
1. Tahap Stabilisasi
2. Tahap Transisi
3. Tahap Rehabilitasi (Tumbuh Kejar)
2
KRITERIA GIZI BURUK
(WHO-1998)
1. Secara klinis anak sangat kurus dan secara
antropometris BB/PB < - 3 SD
atau
2. Secara klinis anak kurus disertai edema pada kedua
kaki dan secara antropometris BB/PB < - 2 SD
Dasar Pertimbangan Penyusunan
Makanan Formula WHO
KEADAAN FAAL TUBUH ANAK GIZI BURUK
SANGAT BERBEDA
DARI FAAL TUBUH ANAK TIDAK GIZI BURUK
3
MACAM MAKANAN FORMULA WHO
1. Formula 75
2. Formula 75 modifikasi
3. Formula 100
4. Formula 135
KONDISI FAAL TUBUH
ANAK GIZI BURUK
1. Metabolisme dasar sangat rendah
2. Produksi ATP sangat terbatas
3. Berbagai fungsi tubuh mengalami “Shut down”
4. Tubuh sangat kekurangan “Kalium”
5. Terjadi “ Hiper Natremia Intra Sel”
6. Terjadi kekurangan Mg, Cu dan Zn
4
Kondisi Anak Gizi Buruk
Pada tahap Stabilisasi
Sangat rentan terhadap makanan dan minuman :
1. Berkadar NaCl tinggi, >= 0,45 g / 100 ml
2. Berkadar Energi tinggi, >= 75 Kal / 100 ml
3. Berkadar Protein tinggi, >= 0,9 g / 100 ml
PENYAKIT PENYERTA
ANAK GIZI BURUK
ANAK GIZI BURUK DIBAWA BEROBAT KARENA
MENDERITA :
DIAREA
ISPA
5
10 Langkah Utama Tatalaksana Gizi Buruk
No Tindakan
Stabilisasi Transisi Rehabilitas
i
Tindak
lanjut
Hr 1 - 3 Hr 3 -7 Hr 8 -14 Mg 3 - 6 Mg 7- 26
1 Mencegah / mengatasi
hipoglikemi
2 Mencegah / mengatasi
hipotermi
3 Mencegah / mengatasi
dehidrasi
4 Mengatasi gangguan
elektrolit
5 Mengobati infeksi
6 Mengatasi kekurangan
zat gizi mikro
Tanpa Fe Dengan Fe
7 Memberikan makanan
stabilisasi & transisi
8 Memberikan makanan
tumbuh kejar
9 Memberikan stimulasi
10 Mempersiapkan tindak
Tatalaksana Gizi Pada Anak Gizi Buruk
Tujuan terapi gizi:
Memberikan makanan tinggi kalori, protein dan cukup
vitamin-mineral secara bertahap, guna mencapai
status gizi yang optimal.
Fase stabilitasi  untuk mencegah / mengatasi
hipoglikemi, hipotermi dan dehidrasi
Fase transisi / rehabilitasi  “tumbuh kejar”
6
Prinsip Diet Anak Gizi Buruk
Tahapan Cairan Energi Protein
1. Stabilisasi
a) Tanpa 130 ml 80-100 Kal 1,0-1,5 g
Edema berat
b) Dengan 100 ml 80-100 Kal 1,0-1,5 g
Edema berat
2. Transisi 150 ml 100-150 Kal 2,0-3,0 g
3. Rehabilitasi 150-200 ml 150-200 Kal 3,0-4,0 g
Catatan : Dosis di atas untuk 1 kg BB dlm 24 jam
PRINSIP MAKANAN
TAHAP STABILISASI
1. CUKUP ENERGI, TETAPI TIDAK TINGGI ENERGI
2. RENDAH PROTEIN
3. CUKUP KALIUM
4. RENDAH NATRIUM
5. DALAM DOSIS KECIL & SERING
7
MAKANAN TAHAP STABILISASI
ADALAH F 75 ATAU F 75 MODIFIKASI
DENGAN CIRI-CIRI SETIAP 100 ml BERISI :
• Energi sebesar 75 Kal
• Protein sebesar 0,9 g
• KCl sebesar 0,2 g
Fase Stabilisasi
Makanan stabilisasi
• Peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap
• Tujuan terapi gizi pada fase stabilisasi adalah memberikan
makanan awal (starter) supaya anak dalam kondisi stabil.
• Hipo osmolar, rendah laktosa, porsi kecil dan sering
• Setiap 100 ml mengandung energi 75 kal, protein 0,9 gram
dan KCl 0,2 g
• Dosis F-75 dapat dilihat dalam tabel pemberian F-75 , baik
tanpa edema berat maupun dengan edema berat sesuai BB
anak
Rehidrasi
• Bila diare / muntah / dehidrasi, anak diberikan resomal.
• 2 jam pertama, resomal diberikan setiap ½ jam , 10 jam
berikutnya berselang seling setiap 1 jam dengan F-75
8
ZAT GIZI STABILISASI
(hari ke 1-7)
Energy 80 – 100 kkal/kgBB/hr
Protein 1 – 1,5 gram/kgBB/hr
Cairan 130 ml/kgBB/hr atau 100 ml/kgBB/hr bila ada edema
berat
Fe
Tablet besi / folat (sulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg
asam folat), Sirup besi (sulfas ferosus 150 ml berisi 1-3
mg elemental Fe)
Tidak diberikan pada tahap ini
Vitamin A
 Bayi umur < 6 bln
 Bayi umur 6 – 11 bln
 Balita umur 12 – 60 bln
1 kapsul -> hari ke 1, 1 kapsul-> hari ke 2, bila ada
xeropthalmia
atau campak dlm 3 bulan terakhir
½ kapsul Vitamin A dosis 100.000 SI (warna Biru)
1 kapsul Vitamin A dosis 100.000 SI (warna Biru)
1 kapsul Vitamin A dosis 200.000 SI (warna Merah)
Vitamin lain
 Vitamin C
 Vitamin B kompleks
 Asam folat
Diberikan pada tahap ini dlm bentuk multi-vitamin
Diberikan 5 mg hari ke 1, selanjutnya 1 mg/hr
Mineral lain
 Zinc
 Kalium
 Natrium
 Magnesium
 Cuprum
Diberikan dalam bentuk elektrolit/mineral, pemberiannya
dicampur kedalam resomal, F-75, F-100 dan F-135 (dosis
pemberiannya lihat cara membuat cairan resomal dan larutan
elektrolit,
Terapi gizi pada fase stabilisasi & makanan formula yg diperlukan
Jadwal pemberian makanan pada fase stabilisasi
FASE WAKTU
PEMBERIAN JENIS MAKANAN FREKUENSI
JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP
MINUM MENURUT BB BALITA
Stabili
sasi
Hari 1 – 2 • F75 / modifikasi
• ASI
12 x
Bebas
LIHAT TABEL PEDOMAN F-75
(Buku I – hal 19 – 20)
(Buku II – hal 15 – 16)
Hari 3 – 7 • F75 / modifikasi
• ASI
6 x – 8 x
Bebas
LIHAT TABEL PEDOMAN F-75
(Buku I – hal 19 – 20)
(Buku II – hal 15 – 16)
9
CONTOH PEMBUATAN F 75
400 ml, SUSU DSM
JENIS
BAHAN
JUMLAH
BAHAN
KANDUNGAN
ENERGI
KANDUNGAN
PROTEIN
SUSU
BUBUK
10 g 36,2 Kal 3,6 g
GULA PASIR 40,2 g 146,5 Kal 0 g
MINYAK
SAWIT
13 g 117,3 Kal 0 g
KCl 0,8 g 0 Kal 0 g
AIR Ditambahkan air
sampai volume
menjadi 400 ml
0 Kal 0 g
JUMLAH 400 ml 300 Kal 3,6 g
ZAT GIZI FASE TRANSISI (hari ke 8 - 14)
Energy 100 – 150 kkal/kgBB/hr
Protein 2 – 3 gram/kgBB/hr
Cairan 150 ml/kgBB/hr
Fe
Tablet besi / folat (sulfas ferosus 200 mg +
0,25 mg asam folat), Sirup besi (sulfas
ferosus 150 ml mengandung 1-3 mg
elemental Fe)
Belum diberikan pada tahap ini
Vitamin A
• Bayi umur < 6 bln
• Bayi umur 6 – 11 bln
• Balita umur 12 – 60 bln
Vitamin lain
• Vitamin C
• Vitamin B kompleks
• Asam folat
Diberikan sbg.multivitamin
H-1 : 5 mg, selanjutnya 1 mg/h
Mineral lain
• Zinc
• Kalium
• Natrium
• Magnesium
• Cuprum
Diberikan dalam bentuk elektrolit/mineral, pemberiannya
dicampur kedalam resomal, F-75, F-100 dan F-135 (dosis
pemberiannya lihat cara membuat cairan resomal dan larutan
elektrolit, Buku II hal.14)
Kebutuhan gizi pada fase transisi
10
FASE
WAKTU
PEMBERIAN JENIS MAKANAN FREKUENSI
JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP
MINUM MENURUT BB BALITA
Transisi Hari 8-14 • F100 / modifikasi
• ASI
6 x
Bebas
LIHAT TABEL PEDOMAN
F-100
(Buku I – Hal 21)
Buku II – hal 15 - 16
Jadwal pemberian makanan pada fase transisi
Fase transisi
- Tujuan terapi gizi pada fase transisi adalah pada taraf ini anak mulai
stabil, dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak (catch up)
- Setiap 100 ml F100 mengandung energi 100 kal dan protein 2,7 - 2,9 gram
MAKANAN TAHAP TRANSISI
ADALAH F 100, DENGAN CIRI-CIRI
SETIAP 100 ML MENGANDUNG :
1. Energi sebesar 100 Kal
2. Protein sebesar 2,0-2,9 g
3. KCl sebesar 0,2 g
11
CONTOH PEMBUATAN F 100
400 ml, SUSU FC
JENIS
BAHAN
JUMLAH
BAHAN
KANDUNGAN
ENERGI
KANDUNGAN
PROTEIN
SUSU
BUBUK
42,9 g 212,4 Kal 10,8 g
GULA PASIR 33 g 120 Kal 0 g
MINYAK
SAWIT
7,5 g 67,6 Kal 0 g
KCl 0,8 g 0 Kal 0 g
AIR Ditambahkan air
sampai volume
menjadi 400 ml
0 Kal 0 g
JUMLAH 400 ml 400 Kal 10,8 g
ZAT GIZI FASE REHABILITASI (minggu ke 2 - 6)
Energy 150 – 200 kkal/kgBB/hr
Protein 3 – 4 gram/kgBB/hr
Cairan 150 – 200 ml/kgBB/hr
Fe
Tablet besi / folat (sulfas ferosus 200 mg +
0,25 mg asam folat), Sirup besi (sulfas ferosus
150 ml mengandung 1-3 mg elemental Fe)
Beri tiap hari selama 4 minggu untuk balita umur 6 bulan sampai 5 tahun:
Dosis lihat Buku I hal.13
Vitamin A
• Bayi umur < 6 bln
• Bayi umur 6 – 11 bln
• Balita umur 12 – 60 bln
Diberikan 1 kapsul hari ke 15, bila ada xeropthalmia atau campak dalam 3
bulan terakhir
Vitamin lain
• Vitamin C
• Vitamin B kompleks
• Asam folat
Diberikan sbg. Multivitamin
1 mg/hr
Mineral lain
• Zinc
• Kalium
• Natrium
• Magnesium
• Cuprum
Diberikan dalam bentuk elektrolit/mineral, pemberiannya dicampur
kedalam resomal, F-75, F-100 dan F-135 (dosis pemberiannya lihat cara
membuat cairan resomal dan larutan elektrolit,
Kebutuhan Gizi pada fase rehabilitasi dan makanan formula
yang diperlukan
12
Cara Membuat ReSoMal
Bubuk WHO-ORS utk 200 ml (*) : 1 pak
Gula pasir : 10 gram
Lar. elektrolit / mineral : 8 ml
Ditambah air sampai : 400 ml
Setiap 200 ml cairan Resomal : Na = 7.5 mEq,
K = 8 mEq dan Mg = 0,3 mEq
(*) Bubuk WHO-ORS / 200 ml : NaCl = 0.52 g,
trisodium citrat dihidrat = 0,58 g, KCl = 0,3 g,
glukosa = 2,7 g
ReSoMal
(Rehydration Solution for Malnutrition)
Modifikasi ReSoMal
Bubuk WHO-ORS utk 200 ml : 1 pak
Gula pasir : 10 gr
Bubuk KCl : 0,8 gr
Ditambah air sampai : 400 ml
Karena tidak mengandung Mg, Zn dan Cu 
dapat diberi jus buah2an sumber mineral tsb, atau
diberi MgSO4 50 % i.m, dosis 0,3 ml/kg bb/hr
maksimum 2 ml dan ZnSO4 4 mg/kg bb/hr oral ( ~ 1
mg Zn elemen)
13
MODIFIKASI RESOMAL
NAMA BAHAN JUMLAH BAHAN
ORALIT 1 bungkus a 200 ml
GULA PASIR 10 g
KCl 0,8 g
AIR Ditambahkan air sampai
volume menjadi 400 ml
CATATAN : Kadar NaCl = 0,45 %
Larutan Elektrolit / Mineral
KCl : 224 g
Tripotasium citrat : 81 g
MgCl2.6H2) : 76 g
Zn acetat 2 H2O : 8.2 g
CuSO4.5H2O : 1.4 g
Ditambah air sampai : 2.5 L
14
Bahan Makanan Per 1000
ml F 75 F100 F 135
Formula WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan Elektrolit ml 20 20 27
Tambahan air s/d ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi kkal 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Laktosa g 13 42 48
Kalium mmol 36 59 63
Natrium mmol 6 19 22
Magnesium mmol 4,3 7,3 8
Seng mg 20 23 30
Tembaga (Cu) mg 2,5 2,5 3,4
% Energi Protein - 5 12 10
% Energi Lemak - 36 53 57
Osmolaritas mosm/l 413 419 508
Bahan Makanan F75
I
F75
II
F75
III M ½ F100 M 1 M II F135 M III
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarin (g) - - - - - - 50 - 50
Larutan elektrolit
(ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air s/d
(ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Modifikasi formula WHO
15
Cara membuat formula WHO F 75
Formula WHO 75
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan
elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml.
Larutan ini bisa langsung diminum. Masak selama 4 menit,
bagi balita yang disentri atau diare persisten
Formula WHO 75 Modifikasi : *)
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung,
minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 liter dan didihkan
sambil diaduk-aduk hingga larut selama 5 – 7 menit
Cara pembuatan formula WHO F 100
Formula F 100
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan
elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml.
Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak dulu selama 4
menit
Formula WHO 100 Modifikasi : *)
Campurkan susu skim/full cream/, gula, minyak. Tambahkan
air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga homogen,
sehingga mencapai 1 liter. Larutan ini bisa langsung diminum
atau dimasak dulu selama 4 menit
16
Cara membuat formula WHO F 135
Formula WHO 135
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan
elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml.
Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak dulu selama 4
menit.
Formula WHO 135 Modifikasi : *)
Tempe dikukus hingga matang, kemudian dihaluskan dengan
ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe
yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan
susu, gula, tepung beras, minyak dan larutan elektrolit.
Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih
selama 5 – 7 menit.
DECOMPENSASI CORDIS
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.

B. Etiologi
Gagal jantung adalah adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung congenital maupun didapat.Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal,beban akhir,atau menurunkan kontraktilitas miokardium.Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel;dan beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertansi sistemik.Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dam kardiomiopati.

C. Patofisiologi
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas myokard yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik,mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup,dan meningkatkan volume residu ventrikel.
Sebagai respon terhadap gagal jantung,ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat: 1) meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik,2) Meningkatnya beban awal akibat aktivasi system rennin angiotensin aldosteron,dan 3) Hipertrofi ventrikel.Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.Kelainan pad kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan beraktivitas.Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif.
Meurunnya curah sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatik kompensatorik.Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatik merangang pengeluaran katekolamin dari saraf saraf adrenergic jantung dan medulla adrenal.Denyut jantuing dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung.Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ organ yang rendah metabolismenya seperti kulit dan ginjal,agar perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian peristiwa :1) penurunan aliran darah ginjal an akhirnya laju filtrasi glomerulus,2) pelepasan rennin dari apparatus juksta glomerulus,3)interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I, 4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, 5) Perangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan 6) retansi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding.Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung,sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial.Respon miokardium terhadap beban volume,seperti pada regurgitasi aorta,ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya tebal dinding.
D. Klasifikasi.
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan,gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri,gagal jantung kanan,dan gagal jantung kongestif.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort,fatigue,ortopnea,dispnea nocturnal paroksismal,batuk,pembesaran jantung,irama derap,ventricular heaving,bunyi derap S3 dan S4,pernapasan cheyne stokes,takikardi,pulsusu alternans,ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada gagal jantung kanan timbul edema,liver engorgement,anoreksia,dan kembung.Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipertrofi jantung kanan,heaving ventrikel kanan,irama derap atrium kanan,murmur,tanda tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2 mengeras,asites,hidrothoraks,peningkatan tekanan vena,hepatomegali,dan pitting edema.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
1.Kelas 1;Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
2.Kelas 2;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan
3.Kelas 3;Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
4.Kelas 4;Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah baring.


E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat latihan fisik yang menyababkan timbulnya gejala.Pada permulaan,secara khas gejala-gejala hanya muncul pada latihan atau aktivitas fisik;toleransi terhadap latihan semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih ringan.
Diagnosa gagal jantung kongestif menurut Framingham dibagi menjadi 2 yaitu criteria mayor dan criteria minor
Kriteria mayor :
1.Dispnea nocturnal paroksismal atau ortopnea.
2.Peningkatan tekanan vena jugularis
3.Ronkhi basah tidak nyaring
4.Kardiomegali
5.Edema paru akut
6.Irama derap S3
7.Peningkatan tekanan vena >16 cm H20
8.Refluks hepatojugular.
Kriteria minor :
1.Edema pergelangan kaki
2.Batuk malam hari
3.Dispneu d’effort
4.Hepatomegali
5.Efusi pleura
6.Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7.Takikardi (.120x/menit)

F. Pentalaksanaan
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium,baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1) beban awal, 2) kontraktilitas,dan 3) beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1.Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Mengatasi keadaan yang reversible,termasuk tirotoksikosis,miksedema,dan aritmia.
Digitalisasi ;
1.Dosis digitalis :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 – 2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari
Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
2.Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari.Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
3.Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
4.Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat :
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
3.Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam,diuretic dan vasodilator
a)Diet rendah garam
Pada gagak jantung dengan NYHA kelas IV,penggunaan diuretic,digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE),diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek.Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan ;
1)Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2)Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan sinus
3)Penghambat ACE (captopril mulai dari dosis 2 X 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain,dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien); isorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,dosis dimulai 3 X 10-15 mg.Semua obat harus dititrasi secara bertahap.
b)Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg.Dosis penunjang rata-rata 20 mg.Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton.Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid,klortalidon,triamteren,amilorid,dan asam etakrinat.
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau kelangsungan ,tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.Penggunaan penghambat ACE bersama diuretic hemat kalium harus berhati hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.
c)Vasodilator
1)Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 μg/kg BB/menit iv.
2)Nitroprusid 0,5-1 μg/kgBB/menit iv
3)Prazosin per oral 2-5 mg
4)Penghambat ACE: kaptopril 2 X 6,25 mg.

Senin, 26 Oktober 2009

TUTORIAL

fresh dan fresh lagi..........membuat blog dengan modal nol......siapa tahu aja ntar bisa mendatangkan profit yang RUUUAAAAARRRRRRRRR BIAAASSSSSSSSAAAAAAA!! buat semua yang mencintai dunia kesehatan khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya......tunggu postingan saya!!! terima kasih